Kriiiiinngggggggggg…..alarmku berdendang dengan semangatnya, mengganggu mimpi di tengah keindahan ,melepaskan aku dari lelapnya malam. Kicauan dan siulan burung menunjukkan pukul 05.00 pagi. Ugh….dengan hati yang penat dan mata yang penuh lelah , aku pun bangkit dari springbedku yang penuh dengan keempukan. Lagi-lagi sekolah, sekolah dan sekolah. Berpikir dan berpikir. Tugas dan tugas. Pr dan Pr. Projek dan projek. Ugh…membosankan…..!! Aku benci sekolah!! Anggap aja aku sekolah karena suatu keharusan. Dengan muka yang kusut, aku pun berdiri dan bersiap-siap untuk sekolah. “Mbok…..mana seragamku, Mbok sudah siapin air panas, handukku, sarapanku??!”.“ Iya, Non!! tenang. Semuanya udah beres!”. Begitulah kehidupan sehari-hariku yang glamour dan penuh dengan kenyamanan dan serba instan. Setelah selesai sarapan dan tidak sempat berpamitan ( maklum mama papa sibuk kerja, pagi kerja, pulang tengah malam), dengan karpet merah dan didampingi oleh kedua bodyguardku yang macho dan keren-keren, aku pun dipersilahkan masuk ke mobil mewahku. Dalam perjalanan pun, aku mendengar berbagai lagu modern di Ipodku dan tak henti aku bersiul sendu. Breng….dalam waktu 1 jam, aku pun tiba di sekolah. Saat itu, suasana sekolah sangat sepi. Seperti biasa, aku selalu orang pertama di kelas yang duluan sampai di sekolah. Maklumlah, rumahku yang jauh dari sekolah mengharuskanku demikian. Dengan langkah kaki yang berat pun, aku bergegas menuju kelas dan segera mengambil tempat duduk seperti biasanya. Sekilas mata, tanpa sengaja aku melihat sekilas bayangan melintas di balik jendela yang setengah tertutup itu. Dengan rasa penasaran dan takut, aku pun menuju ke arah jendela dan celingak-celinguk penasaran siapa gerangan disana. Dengan hati yang dag dig dug , aku pun mengintip dan melihat sosok seorang gadis kumuh, duduk di bawah luar jendela kelas dengan beralaskan koran dan memegang sebuah buku yang usang dan sebuah pensil kayu yang puntung. Sosok gadis kumuh itu rasanya tidak asing bagiku. Aku sering melihatnya di jalanan menjual koran. Dengan hati dan ekspresi yang penuh dengan tanda tanya, aku pun memberanikan diri untuk menanyakan siapa dia sebenarnya.” Hai, kamu siapa? kok duduk di luar sana?”sapaku heran. “Am…am…..Am…ampun….jangan lapor satpam, a…..aku disini hanya mau belajar.” balasnya dengan suara yang gemetaran dan tatapan mata yang penuh dengan galau. Dalam sekejap, ia lari terbirit-terbirit dan sesaat sosoknya kian hilang seperti ditelan bumi. Aku pun berusaha mengejarnya, namun langkahku kian terhenti mengingat kakiku yang luka karena jatuh kemarin. Ah, sudahlah. Niatku terhenti seketika saat mendengar bel yang berbunyi. Aku pun menuju kelas dan teman-temanku sudah pada ngumpul di kelas.
Les pertama pun dimulai, dugh….guru Biologi yang galak and tekenal killer itu pun masuk ke kelasku. “Anak-anak kumpul PR kalian sekarang!!”perintahnya. Dengan lagaknya yang killer, ia pun menghampiriku. “Cassie, mana PR mu? sini kumpul sekarang!!!”omelnya. Dengan keringat dingin, hatiku pun bergumam, “Kapok aku, aku lupa kalau mesti ngumpul PR hari ini. Semalam aku kan nonton Nikita, Allyssa, Cinta Bunga, Melati untuk Marvel, Cinta Fitri, Terlanjur Cinta sampai jam 11 malam. Oh No..! Oh my God!! I’m really really sinetron addicted.”. Ah, itu gak penting, sekarang nasibku gimana? “Maaf Bu, saya lupa!!Ampun!!” jawabku pasrah. “Dasar kamu! Kamu sekarang sudah kelas III SMA. IPA lagi!! Udah bodoh, malas lagi. Kapan kamu suksesnya? UAN sudah diambang pintu, Neng! Mau gak lulus yah?” omelnya. “Nang, ning neng segala…I dont care, yang penting masa SMA gue HAPPY” lamunku. “Cassie, kamu sudah dinasehatin, malah melamun dan berlagak santai, sekarang berdiri di depan kelas, angkat satu kakimu dan pegang erat kedua telingamu sampai les biologi selesai, ngerti?” teriaknya seraya mengganggu lamunanku tadi. Dengan bibir yang sewot dan muka masam, tanpa daya aku pun maju dan bertingkah aneh di depan kelas seperti yang ia perintahkan. “ Dasar guru jahat!!Ntar aku laporin ke Komnas HAM baru tahu! Sesuka hatinya saja mempermalukanku! Dia gak tahu yah siapa saya, anak konglomerat yang tersohor” gerutuku dalam hati. Les biologi pun tengah berjalan, “ Anak-anak sekedar mengulang pelajaran lalu, ada yang tahu gak fungsi utama dari jembatan Varol?” tanyanya dengan tegas. “Aku tahu, Bu!! Fungsinya agar orang-orang dapat nyeberang jalan kan, Bu! Dan yang mendirikannya pasti Varol, kakekku yang keturunan Belanda.” jawabku ngeyel dan sok tahu. Seketika teman-temanku bersorak dan menertawaiku. “Cassie, erghh…kalau gak tahu mingkem aja deh! Dasar…gak tahu malu!!”omelnya lagi. “ Ssst…diam semuanya...ada yang masih ingat gak? Itu pelajaran kamis lalu loh” tanyanya lagi. Kelasku hening sejenak, terdiam membisu. “Saya tahu bu!! Fungsinya adalah penghubung antara kedua bagian otak kecil dan terletak di depan otak kecil, diantara otak tengah dan sumsum tulang belakang.Ups..ma…maaf bu, saya spontan”. Tiba-tiba saja terdengar suara asing di balik jendela itu. Semuanya tertegun dan tercengah melihat sosok yang tiba-tiba muncul dan bersuara. Dengan kaki yang terangkat satu, kutorehkan wajahku ke arahnya.” Loh, itu bukannya gadis kumuh yang kutemui tadi pagi?” gumamku dalam hati. Yah, tepat sekali jawabannya, dengan lagaknya yang sok baik, guru galak itu datang menghampirinya dan semuanya membeikan applaus kepada gadis kumuh itu. Kemudian guru galak itu menanyakan darimana ia tahu jawabannya sedangkan kami murid-muridnya sekalipun yang paling pintar hanya bisa ternganga. Dengan paras wajahnya yang polos dan gemetaran, sambil menunjuk bukunya yang usang itu, ia berkata, “ Ma..Maaf…Ini kan pelajaran Kamis lalu, yang topiknya sistem saraf.” jawabnya lugu. Wow! Ternyata diam-diam ia mencatat semua perkataan dan pembahasan guru killer itu, kami saja tidak mencatatnya. Kembali ke topik, kemudian guru galak itu mengalihkan perhatian kami ke topik pertanyaannya dan meninggalkan gadis kumuh tadi.
Akhirnya jam Biologi telah selesai. Dengan rasa heran dan kagum, aku pun kembali duduk di kursiku. Singkat cerita, sepulang sekolah, aku kembali menghampiri gadis kumuh yang tengah duduk di sudut bebatuan disana. Kali ini ia tidak menghindariku . kemudian aku pun mengajaknya berkenalan dan menyalaminya. “ Hai, nama kamu siapa? Aku salut sama kamu, kamu benar-benar gigih dan tekun, tidak seperti aku sang juara malas”. “Aku Wina.Terima kasih, tapi aku tidak seberapanya seperti kamu.” balasnya dengan senyuman hangat. “Aku Cassie, salam kenal yah!....belum sempat menanggapinya, aku sudah dihampiri oleh kedua bodyguardku dengan maksud mengajakku untuk pulang dan memasuki mobil. Di sepanjang perjalanan, aku memikirkan Wina, sosok gadis kumuh yang tekun, gigih dan sangat menyentuh hatiku. Dia rela pagi-pagi subuh datang ke sekolahku dengan kaki ayam tanpa beralaskan sandal dan sembunyi-sembunyi belajar di luar balik jendela itu. Sedangkan aku, sang gadis cantik yang hidup berlimpah yang hanya bisa bermanja-manja, boros, dan bermalas-malasan. Sang Gadis Malas itulah julukanku. Aku benar-benar malu terhadap diriku sendiri. Wina, sosok gadis asing yang telah menyadarkanku arti sebuah kesempatan. Di tengah lamunanku, tiba-tiba aku melihat Wina yang tergesa-gesa berjalan menuju suatu gang sempit. Dengan segera, aku pun menyuruh supirku untuk membuntutinya. Akhirnya ia berhenti di suatu gubuk kecil. Jalan menuju gubuk itu tidak memungkinkan mobil mewahku masuk karena jalannya yang penuh dengan bebatuan, becek, dan benar-benar rusak. Mengingat demikian, akhirnya mobilku pun berhenti di depan gang sempit itu dan aku pun segera turun. Kedua bodyguardku sempat menghalang tindakanku yang nekad. Namun, karena rasa ingin tahuku yang kuat dan sikapku yang keras kepala, mereka pun mengizinkanku untuk turun namun mereka tetap menemaniku dari belakang. Perlahan-lahan aku pun masuk ke gang kecil itu dan menuju gubuk kumuh yang dilapisi tepas. Di balik pohon besar di dekat gubuk itu, aku pun mengintip dan mendengar suara batuk yang sangat keras, makin lama makin keras dan memilukan. Tanpa sengaja, aku melihat sesosok bapak separuh baya yang telentang tak berdaya dengan darah di sekujur baju, mulut dan tangannya. Dengan langkah yang pasti, aku pun nekad masuk ke gubuk itu. Terdengar suara tangisan Wina yang turut memilukan hati. Kehadiranku yang secara tiba-tiba mengagetkan Wina, namun dengan segera, aku memerintahkan kedua bodyguardku untuk menggendong bapak tersebut menuju mobil dan menuju RS Gloria. Di sepanjang perjalanan ke rumah sakit, Wina menangis sepanjang perjalanan dan sambil berkomat-kamit berdoa dan berharap agar papanya selamat. Aku juga turut panik dan menangis terharu. Setibanya di rumah sakit, ayahnya segera dimasukkan ke ruang UGD, namun kami hanya dapat menunggu di ruang tunggu.
Dengan suaranya yang sendu, Wina memeluk dan mengucapkan terima kasih padaku karena telah membawa ayahnya ke rumah sakit. Ia juga mengatakan bahwa ia tidak mau kehilangan ayahnya satu-satunya karena ia akan menjadi sebatang kara, ibunya meninggal ketika melahirkannya, dan abangnya juga meninggal karena kecelakaan 7 tahun yang lalu. Sekarang ayahnya satu-satunya mengidap TBC yang akut dan tak bisa bekerja. Mendengar demikian pun, aku yang keras pun terhanyut dalam suasana dan membiarkan dirinya memeluk erat dan menangis di bahuku. Ia juga menceritakan kalau kesehariaannya, ia menjadi loper koran untuk membiayai hidup mereka berdua dan sedikit untuk membiayai obat-obatan ayahnya. Tak jarang, ia pun mengais sampah demi mendapatkan secuil nasi. Begitu mendengarnya, aku pun langsung teringat betapa tidak bersyukurnya aku. Selama ini, aku selalu boros makanan, membuang makanan sesukanya jika tidak sesuai dengan selera, mubazir. Padahal, masih banyak orang di luar sana yang mengemis makanan dan mengais sampah hanya demi perut. Hatiku sungguh terkikis, Wina sangat menyadarkanku arti pentingnya bersyukur.
Dan ternyata, selama ini ia mencuri-curi kesempatan untuk belajar di sekolahku bukan semata-semata untuk dirinya, tapi ia juga membagi ilmunya dengan mengajarkan anak-anak di kolong jembatan yang tidak memiliki kesempatan mencuri-curi belajar sepertinya. Sungguh mulia hatinya, aku mengingat diriku yang tidak pernah puas akan apa yang telah aku dapatkan, dan aku selalu anti belajar di sekolah, sering cabut, malas-malasan di sekolah disamping banyaknya orang di luar sana yang tidak memiliki kesempatan emas sepertiku. Hatiku sungguh-sungguh tercengah dan terbuka. Ditengah percakapan kami yang mendalam, tiba-tiba saja dokter keluar dan membawa kabar baik bahwa ayahnya dapat diselamatkan, untung saja cepat dibawa ke rumah sakit, terlambat 5 menit saja, kemungkinan nyawa ayahnya akan melayang. Secara spontan, Wina pun berlutut di depanku dan aku segera mengangkat dan memeluknya. “ Terima kasih Cassie, karena kamu sudah nyelamatin ayahku.”.“ Semua ini juga karena Tuhan, kalau tidak kita pasti gak akan jodoh ketemu disini” helaku. “ Aku benar-benar hutang budi sama kamu, aku akan lakuin apa aja deh buat kamu!!” katanya dengan ceria. “ Hmm.,..gimana kalau kamu jadi saudaraku, maksudnya kakakku. Aku kan anak tunggal, selalu kesepian, kalau ada kamu pasti hidupku bakalan bermakna dan berwarna. Karena kamu juga, aku sadar dan banyak belajar arti hidup dari kamu. Memang sih, aku baru kenal kamu, tapi sebenarnya aku sering lihat kamu dan memperhatikanmu ketika kamu menjual koran di jalanan. Kegigihanmu, kesabaran, dan ketekunanmu membuat aku benar-benar tersentuh dan benar-benar sayang sama Kakak ^^. Dengan spontan, ia memeluk erat dan meneteskan air mata di bahuku, “ Aku mau jadi kakak kamu dan aku juga sayang sama kamu, tapi apa kamu tidak nyesal, aku hanya seorang loper koran yang miskin?” tanyanya lembut. “Aku tidak menyesal, Kak dan aku akan benar-benar menyesal jika menyia-nyiakan seorang kakak yang berhati emas sepertimu.” jawabku.
Singkat cerita, akhirnya Wina sekarang menjadi bagian dari hidupku . Sosoknya yang baik, riang, lembut, dan sederhana membuat keluargaku sayang dan menerimanya dengan baik. Sikapnya juga telah merubah pandangan hidup dan cara hidupku yang dulu. Sekarang aku, gadis mandiri yang tekun dan rajin sepertinya.Teman-teman dan guru juga sempat tertegun dan kaget melihat keberhasilanku dengan nilai UAN yang sangat memuaskan dan aku berhasil masuk ke universitas terkemuka di Jakarta dengan beasiswa. Darinya juga, sekarang aku belajar mengasihi, sekarang Ayah membuka satu sekolah kecil yang diberi nama WICASS, gabungan dari nama kami. Disanalah, kami mengajarkan anak-anak kolong jembatan dan anak-anak yang tidak memiliki kesempatan sekolah. Untuk sementara ini, aku dan Kak Wina lah sebagai guru mereka. Disamping itu, Ayahnya Wina juga telah sembuh total dan sekarang menjadi pegawai di perusahaan papaku. Sekarang aku telah benar-benar mengerti makna sebuah kehidupan. Terima kasih Kak Wina, Terima kasih Tuhan karena telah menyadarkanku melalui Kak Wina dan terima kasih karena telah mengaruniaku keluarga yang berharga dan sangat bahagia sekarang. Semoga kebahagiaanku dapat terukir selama-lamanya. Amin.
ini cerpen origin from me..isenk doank...buat ekskul.Tp bingung mw ksh judul pa...xo..help me 2 find the title ya..!hehehe!!^^